Aral (sebuah cerpen)

Aral

Oleh: Abdi Rahmatsah Siregar

Ia hanya tertawa. Semuanya yang ku ceritakan. Hanya dijawabnya dengan tawa...

***

Memang sepertinya tak ada mudah. Tidak ada. Bahkan ketika harus membawa harapan besar atas sebuah hal tidak mudah.
Begitulah yang dirasakan oleh Arif. Pria yang baru meraih sarjananya diiming-imingkan janji yang siapa orangnya akan berat hati untuk menolak. Bahkan ditambah lagi dengan keadaan yang tidak selalu berpihak. Sebenarnya Arif tak pernah menyalahkan keadaan bahkan ia sangat bersyukur. Namun semua ini demi. Demi hidup yang lebih baik. Begitu mungkin yang dipikiran Arif ketika melangkah. 

"Aku merasa terjebak", desis Arif. Memecahkan sunyi malam itu.

"Terjebak bagaimana?" Tanya Yuri. Perempuan muda itu menunjukkan raut wajah bingung. Bingung dengan apa yang diucapkan oleh Arif.

"Ya terjebak!!!"
"Apa yang ku lakukan sekarang ini bisa aku lakukan di sana. Tak mesti disini." Lanjut Arif. "Sekarang, aku hanya sibuk dengan hal-hal yang bukan menjadi keinginan ku. Bahkan kepala mulai sakit ketika membayangkan jika begini terus."
"Memangnya apa yang kalian bicarakan tadi malam?" Tanya Yuri. Yuri mengerti maksud pembicaraan Arif.

"Poin dari apa yang dikatakannya itu tidak bisa sekarang. Mesti menunggu beberapa bulan lagi."

"Lalu?" Tanya Yuri.

"Seharusnya dia tidak perlu berkata kepada Ibu ku, lebih cepat lebih baik dan aku pun tidak perlu terburu-buru."

"Sekarang aku tau maksud dari lebih cepat lebih." Lanjut Arif.

 ***

Dua minggu telah berlalu. Semuanya masih sama. Perintah dilaksanakan. Meski terkadang aneh.

Siang itu, ponsel Arif berbunyi. Panggilan masuk.

"Assalamualaikum" ucap Arif.

"Waalaikummussalam" jawab perempuan yang menelepon Arif.
"Bagaimana disana? Sibuk benar kerjaan mu sampai lupa memberi kabar kepada ku?" kata perempuan yang usianya sudah lebih setengah abad itu. Suara terdengar girang.

"Tidak ada yang sibuk." Jawab Arif datar.

"Lalu kenapa kau tidak ada memberi kabar? Atau menelepon ku untuk memberitahukan keadaan mu."

"Maaf aku bu. Saat ini memang belum ada yang bisa ku ceritakan. Karna keadaan ku masih sama." Suara Arif memelas.

"Maksud kau?" Tanya perempuan itu penasaran.

Dengan berat hati Arif pun menceritakan semua yang dilakukannya selama beberapa hari ini. Dan Ibu hanya tertawa mendengarkan meski cerita itu tidak ada yang lucu. Sedikit pun tidak ada.

***

Larut malam. Arif pun duduk  disebuah kursi yang ada di kamarnya. Kursi kantor. Sesekali Arif berputar 360 derajat dengan kursi itu ketika pikirannya sudah kesana kemari.

Namun malam itu Arif hanya duduk diam menatap keluar melalui jendela. Pikirannya pun jauh menembus kaca bahkan menebus gedung-gedung tinggi apartemen yang memang terlihat dari jendela kamarnya.

Pikiran Arif yang kesana kemari. Pun membuat Arif mengingat telepon Ibunya tadi siang.

"Ia hanya tertawa. Semuanya yang ku ceritakan. Hanya dijawabnya dengan tawa. Tidak pernah ia seperti itu." Batin Arif.

-06 April 2018-

#cerpen #kentar #lelakikekuranganpiknik #alerogi #alegoriid

Comments