PUNGGUK TAK LAGI MERINDU (Sebuah Cerpen)

Rembulan memang tak acuh lagi
Pungguk pun meracau, merajuk pada diri
Temaram hati Pungguk
Mungkin remak begitu.

Pungguk Tak Lagi Merindu

Oleh: Abdi R Siregar


Malam itu, langit sangat indah, begitu juga dengan malam-malam sebelumnya. Tetapi Pungguk tetap saja menghabiskan malam seperti biasa. Ia merindu. Merindukan Sang Kekasih. Kekasih yang tak mungkin kembali dan memang tak akan pernah kembali.

Dari ketinggian pohon kelapa, Pungguk pun bertengger disalah satu pelepah kelapa. Asyik memandangi Sang Kekasih. Berlarut.

“Apa kau tidak bosan memandangi hal yang sama setiap malamnya?” Kelelawar bertanya sesaat  kakinya menempel disalah satu pelepah lainnya. Tepat di kanan pelepah tempat Pungguk bertengger.

“Ehhh” Pungguk terkejut. Tersadar. Ia pun menoleh kearah suara itu berasal dan melihat Kelelawar telah bergelantung terbalik. Mereka pun bertatapan

“Mengganggu saja!” Suara Pungguk sinis. Setelah Tahu siapa yang mengganggu malamnya.

“Maaf…Maaf…” Suara Kelelawar merasa bersalah. Pungguk diam.

“Aku hanya merasa aneh melihat mu.” Memulai Kelelawar.

“Aneh kenapa?” Tanya Pungguk menyelidiki.

“Sudah lama aku memperhatikankan mu.” Lanjut Kelelawar. “ Setiap malam kau melakukan hal yang sama. Saat semua sedang sibuk mencari makan, Kau malah asyik menghabiskan malam di tempat ini, Memandangi sesuatu. Sesuatu yang kau sebut kekasih.”

“Ah, itu bukan urusan mu.” Suara Pungguk terdengar tidak menyukai pembicaraan ini.

“Memang bukan urusan ku. Tetapi aku  merasa iba melihat mu.” Balas Kelelawar. “Mau sampai kapan kau menghabiskan malam mu hanya dengan memandanginya? Sementara itu yang kau pandangi tak perduli lagi dengan mu.”

Mendengar itu Pungguk pun terdiam. Terhenyak. Lamat-lamat dipandanginya Kelelawar yang hadapannya. Kelelawar  menggantung terbalik.

“Semua makhluk di bumi tahu kisah mu, tetapi jika hanya memandanginya saja tanpa melakukan sesuatu, itu semua hanya sia-sia belaka.” Kelelawar memulai.

“Kalau kau mencintainya, coba kau temui saja kekasihmu itu.” Saran Kelelawar.

“Itu tidak mungkin!” Suara pungguk semakin tidak senang. Pungguk merasa dipermainkan oleh kelelawar.

“Nah, kalau begitu kubur saja perasaan mu itu. Sekarang lihat lah ke atas, perhatikanlah langit itu. Apa yang kau lihat?”

Kepala Pungguk pun mendongak ke atas memandangi langit. Sekali lagi, ketika ia memandang langit yang maha luas. Pandangannya hanya tertuju pada satu titik. Sang Kekasih! Seketika itu pun, rasa kerinduan terhadap Sang Kekasih pun mulai menjalar di nadi Pungguk. Perasaan itu bergejolak lagi. Menghantui.

“Cih…, Sudah ku duga!” Kelelawar jijik. Mendengar itu pun membuat Pungguk mengalihkan pandangannya lagi kearah Kelelawar.

“Ada apa?” Tanya Pungguk binggung.

“Ketika kau memandang langit, kau hanya memandanginya. Kau hanya peduli pada Kekasih mu yang indah itu.”

“Lantas?” Tanya Pungguk semakin tidak mengerti.

“:Lantas? Apa yang kau lihat?”  Kelelawar bertanya balik.

“Emmm….” Pungguk terlihat kikuk.

“Kau memang telah di butakan.” Kelelawar langsung memotong pembicaraan. “Lihat lah.” Kelelawar pun menatap langit sambil menunjuk dengan sayap kirinya. Pungguk pun mendogak mengikuti arah yang dimaksud oleh Kelelawar.  

“Kekasih mu itu tidak sendiri. Ada yang lain. Ada yang menemaninya.” Lanjut Kelelawar. “Kekasih mu itu telah bahagia dengan apa yang ada dimilikinya. Dia tak peduli dengan mu yang di bumi ini. Lihat, Betapa indah Kekasih mu dengan teman hidupnya itu, bertaburan mengelilingi Kekasih mu itu.”

“Kau tahu kenapa teman hidupnya mengelilinginya?” Kelelawar bertanya.
Pungguk hanya diam.

“Teman hidup kekasih mu itu takut kehilangan. Ia menjaga kekasih mu seolah takut kehhilangan, dan itu membuat kekasih mu bertambah anggun menghiasi langit. Memang teman hidup seharusnya begitu. Menambah keanggunan pasangan hidupnya bukan memudarkan.”

“Bahkan ketika kekasih mu dan teman hidupnya itu  menghiasi langit dengan cara mereka. Aku pun mulai mengagumi hubungan mereka.” Tambah Kelelawar

“Sudah lah hidup mu dengan hidupnya sudah berbeda. Kau yang sempat memiliki lalu menyia-nyiakan, jangan lagi menyesali. Kesalahan yang kau lakukan jadikanlah pelajaran. Sekarang kau ada di bumi, lakukanlah hal yang berguna untuk mu dan sekitar. Ikhlas lah…”

Mendengar itu Pungguk pun terdiam. Diam seribu bahasa. Bahkan saat Kelelawar pergi, Pungguk masih tetap diam. Tak perduli.

Kini didalam hati Pungguk telah terjadi pertarungan yang hebat. Ia harus menerima kenyataan. Dan memang harus. Kenyataan yang telah lama disadarinya, tetapi ia pura-pura tidak perduli. Mengabaikan.

***

Sudah tujuh malam berlalu. Sejak malam itu. Kelelawar tak lagi melihat Pungguk dipelepah pohon kelapa, tempat Pungguk biasa menghabiskan malamnya.

“Apa Pungguk mencoba untuk tak lagi merindukan Kekasihnya?” Batin Kelelawar, sambil mengitari pohon kelapa tempat pungguk biasanya menghabiskan malam. Mencari-cari Pungguk.
Sesaat Kelelawar memandang langit. Langit Malam, Kelelawar hanya melihat Kekasih Pungguk sendirilah yang menghiasi malam itu dan Kekasih Pungguk terlihat sangat dekat dengan bumi seolah-olah pujaan Pungguk itu hendak turun ke bumi.

“Apakah sekarang terbalik?” Tanya Kelelawar dalam hati…

Comments